“Cintailah
Allah karena nikmat yang dianugerahkan kepada kalian, cintailah aku
karena cinta kalian kepada-Nya”. (HR. Tirmidzi dan Al-Hakim)
Alkisah pemuda pemuda sufi jatuh cinta pada seorang gadis. Cintanya pun
berbalas. Namun malang, gadis itu dijodohkan orang tuanya dengan
laki-laki lain. Kare...na
dorongan cinta, gadis itu mencari siasat,”Aku datang padamu, atau
kuatur cara supaya kamu bisa menyelinap ke rumahku”, begitu
penjelasannya. “Tidak! Aku menolak kedua pilhan itu. Aku takut pada
neraka yang nyalanya tak pernah padam!” itu jawaban sang pemuda
sekaligus membuat sang gadis terhenyak.
Pemuda itu memenangkan iman atas syahwatnya dengan kekuatan cinta.
“Jadi dia masih takut pada Allah?”, gumam sang gadis. Seketika ia
tersadar, dan tiba-tiba dunia terasa kerdil di hadapannya. Ia pun
bertaubat dan kemudian mewakafkan diri untuk beribadah. Tapi cintanya
pada sang pemuda tidak mati. Cintanya berubah menjadi rindu yang
berkelana dalam jiwa dan do’a-do’anya. Tubuhnya luluh latak didera
rindu, dan akhirnya ia meninggal.
Sang pemuda terhentak. Itu mimpi buruk. Gadisnya
telah pergi membawa semua cintanya. Maka kuburan sang gadislah tempat
ia mencurahkan rindu dan do’a-do’anya. Sampai suatu saat ia tertidur di
atas pusara sang gadis. Tiba-tiba sang gadis hadir dalam tidurnya,
cantik, sangat cantik. “Apa kabar? Bagaimana keadaanmu setelah
kepergianku”, tanya sang gadis. “Baik-baik saja. Kamu sendiri di sana
bagaimana,”jawabnya sembari balik bertanya. “Aku di sini, di surga
abadi, dalam nikmat hidup tanpa akhir.” Jawab sang gadis. “Do’akan aku,
jangan pernah lupa padaku. Aku selalu ingat padamu. Kapan aku bisa
bertemu denganmu”, tanya pemuda lagi. “Aku tidak pernah lupa padamu. Aku
selalu berdo’a agar Allah menyatukan kita di surga, teruslah ibadah.
Sebentar lagi engkau akan menyusulku,” jawab sang gadis.
Hanya tujuh malam setelah mimpi itu, sang pemuda pun menemui ajalnya.
Atas nama cinta, ia memenangkan Allah atas dirinya sendiri, atas nama
cinta pula Allah akan mempertemukan mereka. Cinta karena Allah, untuk
Allah, bertemu dan berpisah karena Allah, mengantarkan pemiliknya pada
kebahagiaan yang mendalam.
Tidak ada cinta yang mati disini. Semuanya bermuara pada Zat yang Maha
Hidup dan Menghidupkan. Cinta di atas cinta, dan adakah yang lebih
mulia cintanya dari suatu Zat yang begitu mencintai kita, yang tak
pernah meninggalkan kita di saat kita galau dan bimbang. Cinta,
semuanya atas nama cinta, cinta mampu mengangkat manusia menduduki
posisi paling agung, ketika sang manusia mampu menempatkannya pada
posisi terhormat di relung hatinya.
Cinta pada Yang Maha Mulia akan membuat seseorang jadi mulia, karena
jiwanya terisi nuansa kemuliaan cinta yang ujungnya adalah menjayakan
Allah dalam segala hal. Jiwanya tidak akan resah kalo-kalo cintanya
ditolak. Cinta yang berlandaskan keyakinan pada Allah yang Maha
Sempurna akan membuat dirinya tidak takut akan kenyataan. Apalah arti
kehilangan harta, sanak famili, bahkan orang yang “dicintai”, jika
cinta dan rindunya selalu terpaut pada perjumpaan dengan Sang Maha
Kekasih.
Sudah semestinya cinta kepada Allah diletakkan di atas segala-galanya.
Karena Dialah yang menciptakan cinta dan hati tempat cinta itu
bersemayam. Cinta kepada Allah akan mewariskan kecintaan para
hamba-Nya. Sebaliknya, cinta yang bukan karena-Nya hanya akan
mengundang murka-Nya dan murka makhluk-Nya. Beruntunglah orang yang
hanya mencintai Allah saja dalam hatinya, dan mencintai makhluk hanya
sekedar mencintai karena-Nya.
Semestinya kita mencintai seseorang karena imannya, dan membenci
seseorang karena maksiatnya. Tak selayaknya kepentingan duniawi
mengubah arah cinta kita.
Salam Terkasih ...
Dari seorang sahabat ...
Semoga Allah menganugerahkan kepada kita cinta yang hakiki dan abadi hingga ke akhirat sana. Aamiin
Alkisah pemuda pemuda sufi jatuh cinta pada seorang gadis. Cintanya pun berbalas. Namun malang, gadis itu dijodohkan orang tuanya dengan laki-laki lain. Kare...na dorongan cinta, gadis itu mencari siasat,”Aku datang padamu, atau kuatur cara supaya kamu bisa menyelinap ke rumahku”, begitu penjelasannya. “Tidak! Aku menolak kedua pilhan itu. Aku takut pada neraka yang nyalanya tak pernah padam!” itu jawaban sang pemuda sekaligus membuat sang gadis terhenyak.
Pemuda itu memenangkan iman atas syahwatnya dengan kekuatan cinta. “Jadi dia masih takut pada Allah?”, gumam sang gadis. Seketika ia tersadar, dan tiba-tiba dunia terasa kerdil di hadapannya. Ia pun bertaubat dan kemudian mewakafkan diri untuk beribadah. Tapi cintanya pada sang pemuda tidak mati. Cintanya berubah menjadi rindu yang berkelana dalam jiwa dan do’a-do’anya. Tubuhnya luluh latak didera rindu, dan akhirnya ia meninggal.
Sang pemuda terhentak. Itu mimpi buruk. Gadisnya telah pergi membawa semua cintanya. Maka kuburan sang gadislah tempat ia mencurahkan rindu dan do’a-do’anya. Sampai suatu saat ia tertidur di atas pusara sang gadis. Tiba-tiba sang gadis hadir dalam tidurnya, cantik, sangat cantik. “Apa kabar? Bagaimana keadaanmu setelah kepergianku”, tanya sang gadis. “Baik-baik saja. Kamu sendiri di sana bagaimana,”jawabnya sembari balik bertanya. “Aku di sini, di surga abadi, dalam nikmat hidup tanpa akhir.” Jawab sang gadis. “Do’akan aku, jangan pernah lupa padaku. Aku selalu ingat padamu. Kapan aku bisa bertemu denganmu”, tanya pemuda lagi. “Aku tidak pernah lupa padamu. Aku selalu berdo’a agar Allah menyatukan kita di surga, teruslah ibadah. Sebentar lagi engkau akan menyusulku,” jawab sang gadis.
Hanya tujuh malam setelah mimpi itu, sang pemuda pun menemui ajalnya. Atas nama cinta, ia memenangkan Allah atas dirinya sendiri, atas nama cinta pula Allah akan mempertemukan mereka. Cinta karena Allah, untuk Allah, bertemu dan berpisah karena Allah, mengantarkan pemiliknya pada kebahagiaan yang mendalam.
Tidak ada cinta yang mati disini. Semuanya bermuara pada Zat yang Maha Hidup dan Menghidupkan. Cinta di atas cinta, dan adakah yang lebih mulia cintanya dari suatu Zat yang begitu mencintai kita, yang tak pernah meninggalkan kita di saat kita galau dan bimbang. Cinta, semuanya atas nama cinta, cinta mampu mengangkat manusia menduduki posisi paling agung, ketika sang manusia mampu menempatkannya pada posisi terhormat di relung hatinya.
Cinta pada Yang Maha Mulia akan membuat seseorang jadi mulia, karena jiwanya terisi nuansa kemuliaan cinta yang ujungnya adalah menjayakan Allah dalam segala hal. Jiwanya tidak akan resah kalo-kalo cintanya ditolak. Cinta yang berlandaskan keyakinan pada Allah yang Maha Sempurna akan membuat dirinya tidak takut akan kenyataan. Apalah arti kehilangan harta, sanak famili, bahkan orang yang “dicintai”, jika cinta dan rindunya selalu terpaut pada perjumpaan dengan Sang Maha Kekasih.
Sudah semestinya cinta kepada Allah diletakkan di atas segala-galanya. Karena Dialah yang menciptakan cinta dan hati tempat cinta itu bersemayam. Cinta kepada Allah akan mewariskan kecintaan para hamba-Nya. Sebaliknya, cinta yang bukan karena-Nya hanya akan mengundang murka-Nya dan murka makhluk-Nya. Beruntunglah orang yang hanya mencintai Allah saja dalam hatinya, dan mencintai makhluk hanya sekedar mencintai karena-Nya.
Semestinya kita mencintai seseorang karena imannya, dan membenci seseorang karena maksiatnya. Tak selayaknya kepentingan duniawi mengubah arah cinta kita.
Salam Terkasih ...
Dari seorang sahabat ...
Semoga Allah menganugerahkan kepada kita cinta yang hakiki dan abadi hingga ke akhirat sana. Aamiin
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar